Laboratorium Kecil Persembahan dari Ibu

Tahun lalu Ibu menghadiahkan sebuah laboratorium kecil yang dibangun dari sebongkah batu putih yang mendiami tubuhnya. Laboratorium yang terisi oleh percobaan-percobaan yang dilakukan bersama selama dua tahun belakangan, tepatnya saat Ibu mengidap penyakit osteoathritis di lututnya, atau sering kita sebut pengapuran. Penyakit ini menyerangnya, saat ia memasuki masa pensiun, di umurnya yang 60 tahun. Ibu dulu sering memimpikan masa-masa yang tenang bersama bunga-bunganya di pekarangan rumah selama pensiun, tapi hidup punya jalan takdirnya sendiri. Ibu tidak mampu berjalan secara normal. Perjalanan terlamanya dengan jalan kaki maksimal 5 meter, dengan kemampuan berdiri maksimal 15 menit. 


Selama ikut menemani Ibu dalam proses penyembuhan, saya belajar banyak hal tentang medis, tanaman, reaksi tubuh, termasuk rasa. 

 Saat pertama kali mengecek kondisi, dokter menyarankan Ibu disuntik pelumas. Katanya Ibu tidak bisa berjalan jika dalam waktu satu tahun lututnya tidak disuntik. Saat ditanya apa yang harus dihindari, dokter enggan memberi banyak jawaban, baginya suntik pelumas satu-satunya jawaban, sementara bagi kami, menyerahkan tubuh ibu untuk tiba-tiba disuntik bukanlah perkara mudah. Ada banyak pertimbangan, selain tentunya harga yang tidak murah bagi kami.


Akhirnya kami pulang, dan meyakinkan diri saya sendiri sebelum meyakinkan ibu bahwa, bukan saya dan dokter yang memahami tubuh Ibu, tapi ibu sendiri. Selama 60 tahun Ibu telah berumah di tubuh itu, dan pasti sang tubuh juga menginginkan Ibu yang merawatnya.  Artinya, ibulah yang paling mengetahui pengobatan terbaik untuk pengapuran lutut itu. Kita punya pikiran, perasaan, dan anugerah alam dari Sang Maha Alam. Modal yang bisa digunakan memulai swa-pengobatan ini. 


Sejak saat itu, kami memutuskan berhenti mengonsumsi obat dari dokter dan memulai terapi serta pengobatan di rumah meski tahu betul pemahaman medis dan biologi kami sangat minim. 


Hal pertama yang kami lakukan adalah menurunkan berat badan Ibu. Logikanya,  jika berat badan Ibu turun, maka beban lututnya pun berkurang. Hal kedua, memastikan nutrisi dan stamina Ibu melalui makanan yang masuk ke tubuhnya. Serta, yang paling penting pemenuhan konsumsi 5% (dari berat badan) air putih setiap hari. 


Makanan yang harus dihindari, minyak sawit, terigu, ikan bandeng, makanan instan, dan ayam potong. Untuk menurunkan berat badan, ganti makan malam dengan mengonsumsi buah. 


Untuk memulai pengobatan osteoathritis Ibu, saya mulai dengan menghubungi teman dan kerabat yang pernah memiliki pengalaman yang sama. Saya juga membangun obrolan dengan herbalis. Dari pengalaman dan pengetahuan mereka saya bertemu dengan berbagai resep pengobatan. Tapi saya memilih memulainya dengan yang paling dekat, yakni membuat fermentasi buah nanas. Jika nanas di belakang rumah nenek sedang berbuah, saya sering mengambilnya dari situ. 

Kami memfermentasi buah nanas selama 23 hari. Nanas fermentasi itu, ibu minum sekitar 2-3 sendok lalu dicampur ke dalam setengah gelas air hangat. Fermentasi nanas mampu menguatkan metabolisme tubuh, meredakan gerd, serta tekanan darah. Meski fungsinya tidak secara langsung menyembuhkan osteoathritis, tapi memberikan nutrisi dan menghalangi penyakit lain muncul merupakan sesuatu yang tak kalah penting untuk diusahakan. Dengan begitu, tubuh ibu lebih siap dan berfokus melawan penyakit osteoathritisnya.


Setelah fermentasi nanas, untuk menguatkan fungsi ginjai sebab katanya saluran tubuh ibu perlu dikuatkan agar pengapurannya tidak semakin mengendap, saya membuat jus dari empat jenis buah (kentang, tomat, sirsak, dan melon). Ibu meminumnya sekali sehari. Bersamaan dengan itu, untuk pengobatan herbal pada osteoathritis Ibu, kami membuat jus dari buah kolang-kaling dan rumput laut yang dicampur dengan gula aren. Jika sejak awal, dokter ingin menyuntik pelumas, itu karena lutut ibu mengalami pembengkakan karena sakit. Sakit itu terjadi sebab tubuh Ibu tak lagi memproduksi pelumas yang berfungsi memudahkan pergerakan persendian itu. Jus kolang kaling dan rumput laut ini mampu meningkatkan produksi pelumas tersebut. Saya mengambil buah kolang kaling dari belakang rumah om saya, dan membeli rumput laut dari toko online.


Tiga bulan kemudian, saya mencoba membuat minyak kelapa murni atau yang kita kenal dengan Virgin Coconut Oil atau VCO. Kelapa ini diambil dari kebun nenek. Kata guru saya, ini minyak dari surga. Bagi Ibu, VCO tidak memberikan pengaruh yang besar. Bahkan, Ibu cenderung merasakan posisi rahimnya agak turun (ini adalah penyakit yang juga Ibu idap beberapa tahun tapi tidak begitu parah). Mungkin karena obat ini adalah minyak, jadi memudahkan rahim untuk turun, makanya VCO ini sangat bagus dikonsumsi bagi perempuan menjelang persalinan. 


Selain membuat VCO, kami juga membuat fermentasi bawang putih yang dicampur dengan madu. Ibu hampir tidak bisa memakannya karena bau dan rasanya yang menyengat. Sementara, untuk penyakit kolestrol dan asam urat termasuk untuk penyakit gerd, kami sering memanfaatkan daun salam dan rempah-rempah. Kami merebus jahe, lengkuas, sereh, dan kayu manis. Sebelum diminum, kami mencampurnya dengan madu dan jeruk nipis. Setelah mengobservasi, rempah-rempahan sungguh ampuh meredakan penyakit gerd dan kolestrol. Saya yang memiliki riwayat gerd dan kolestrol pun ikut meminumnya. Rasanya enak, segar, dan hangat. 


Satu tahun perjalanan pengobatan Ibu 


Di masa awal, mental Ibu sering down karena ibu ingin beraktivitas seperti dulu. Akhirnya, muncul hasrat untuk sembuh lebih cepat. Saya selalu meyakinkan Ibu, bahwa pengobatan herbal tidak secepat pengobatan medis pada umumnya, tapi biasanya hasilnya lebih menyenangkan. Ibu manut saja, apalagi saat melihat keluarga lain yang memiliki penyakit serupa dengannya, juga tidak sembuh dengan suntik pelumas. 


Dengan beragam resep yang telah dibuat, saya mencoba melirik obat-obat herbal komersil. Ada dua obat herbal produksi Australia dan Nganjuk yang Ibu konsumsi. Keduanya terpercaya dan tentu bukan Multi Level Marketing (MLM) :D


Ibu telah melewati pengobatan yang intens di rumah selama dua tahun. 6 bulan pertama barulah Ibu merasakan ada progres meskipun sedikit.Proses penyembuhan osteoathritis Ibu menghasilkan dampak kecil-kecil setiap waktu. Pertama, berat badan yang turun 10kg. Kedua, lutut Ibu yang awalnya bengkak menjadi tidak bengkak karena sudah tidak sakit. Ketiga, lutut Ibu sudah mampu merasakan kram. Keempat, ibu sudah mampu menekuk lututnya. Kelima, pengapurannya menjadi berkumpul dalam gumpalan yang berada di dekat lutut dan tangan. Itu menjadi kabar baik karena pengapurannya menjadi terpusat, sehingga akan memudahkan jika diangkat. Tapi, Ibu tidak pernah mau dioperasi. Ia berharap pengapuran itu bisa keluar sedikit demi sedikit melalui proses alami tubuhnya yang dibantu dengan makanan dan obat herbal. 


Banyak yang belum bisa dilakukak oleh Ibu. Ia belum mampu jongkok dan kesusahan berdiri dari posisi duduk di lantai. Ia juga masih duduk di kursi saat shalat serta belum mampu berjalan ke pasar membeli sabun. Tapi ia sudah bisa menyapu dan mengepel, serta mengupas kulit kelapa yang keras.

0 komentar